Halaman

Rabu, 03 Oktober 2012

Fanfiction - Waiting


Title : Waiting
Author : NabilakimXD
Cast : Lee Ji Eun (IU), Jo Kwangmin
Rating : General
Genre : Angst
Length/type : Ficlet

Penantian yang hanya akan tetap menjadi sebuah penantian, penantian buta.


Tiga tahun telah berlalu. Tidak terasa, waktu yang kutunggu-tunggu akan segera datang sebentar lagi. Aku memandangi kalender yang terpajang di langit kamarku. Terlihat tanggal 5 oktober besok tertulis jadwal Kwangmin oppa pulang. Yup, itu artinya besok dia akan bersamaku kembali.
Matanya, hidungnya, bibirnya, suaranya, semuanya! I miss him so badly~ Jarak diantara kami membuat kami sulit berkomunikasi, bahkan tak pernah. Setiap kali aku menghubunginya, tidak pernah diangkat, dan kalaupun aku mengiriminya email, email itu hanya akan menjadi sampah, sampah yang akan membusuk jika terus dibiarkan. Aku menghela nafas panjang. Tapi semuanya akan berakhir besok.
"Oppa.. nan jeongmal bogoshippo~" ucapku lirih sebelum kututup kedua kelopak mataku dan terlelap dibalik selimut.

 ***

Aku mengecek kembali kalenderku. Dan benar saja! Tidak bisa dipungkiri, aku benar-benar bahagia saat ini. Yeah aku lah calon pemenang lomba bagus-bagusan mood(?) tahun ini! Tapi mana ada lomba semacam itu? Huh yasudah lupakan.-_-v

Aku melesat keluar, dan bergegas menjemput oppa di Incheon International Airport...

Eh? Tapi sepertinya keyakinanku sebagai pemenang lomba bagus-bagusan mood tidak lagi. Satu jam, dua jam, tiga jam, mungkin itu tidak seberapa. Tapi ini? Aku sudah menunggunya lebih dari 12 jam dan sama sekali tidak membuahkan hasil. 'Oppa eodiga?' hatiku mulai kalut. Senyumku perlahan memudar. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke apartemenku.

Keesokan paginya aku kembali ke bandara Incheon. Menunggu dan terus menunggu. Hal ini terus berlanjut hingga seminggu berturut turut. Hasilnya? Nihil.

Hari terus berganti hari. Musim gugur dimana langit berwarna biru, cuaca cerah dan hangat serta pegunungan berhutan yang terang benderang dengan pesona warna warni musim gugur yang menakjubkan pun telah berganti menjadi butiran salju yang turun dari langit dan menutupi seluruh permukaan tanah sehingga cukup dingin jika tidak memakai pakaian hangat di musim ini. Hari-hari ku lalui layaknya mayat hidup. Tidak ada harapan hidup yang terlukis di wajahku.

"Oppa~ kembalilah. Dimana kau? Aku merindukanmu." ucapku lirih sambil merangkul sebuah bingkai foto.
Lamunanku pecah ketika ada sesosok orang menekan bel pintu apartemenku. Aku melangkah gontai ke arah pintu, membukanya perlahan.

"Annyeong~ IU-ssi?" Sapanya. Suaranya mirip dengan.... Ah tidak salah lagi, ini memang dia! Aku langsung terlonjak saat melihat wajahnya. Dengan refleks aku memeluknya. Air mataku sudah menggenang dan siap untuk dikeluarkan. Belum sempat aku melontarkan kata-kata, ia melepaskan pelukanku,

"Mian, perkenalkan namaku Jo Kwangmin. Appa yang menyuruhku memberikan ini kepadamu, terimalah~" Ucapnya sambil menyodorkan sebuah undangan dengan seakan-akan ia tidak mengenalku, sama sekali.

Aku hanya memandang kedua bola matanya bergantian, menatapnya lekat. Ya tuhan mengapa sikapnya seperti ini? Seakan akan tidak pernah mengenalku yang mengisi hatinya selama lima tahun lebih. Apa secepat ini ia melupakanku?  Atau ia memang lupa ingatan? Ya tuhan...

"IU-ssi?" ulangnya dengan keherananan. Heran? Justru aku yang lebih heran. Sikapnya, berbeda sekali. "Aa~ Yasudah aku pamit dulu ya. IU-ssi, annyeong~" lanjutnya lalu pergi meninggalkanku yang terpaku oleh kehadirannya barusan. Aku ingin menumpahkan seluruh keluhku. Namun tenggorokanku seperti tercekat. Aku hanya bisa menatap setiap langkahnya hingga sosoknya hilang dari pandanganku.

Kubuka undangan pemberiannya. Disana tertulis jelas...
Seketika itu air mataku tumpah dengan derasnya. Sekujur badanku lemas, tiba-tiba pandanganku berubah gelap, sangat gelap, dan aku terjatuh ke lantai.

Penantian yang hanya akan tetap menjadi sebuah penantian. Terlalu perih untuk dikenang. Bagaikan ada sebuah benda runcing tertancap kedalam lubuk hatiku. Luka yang sangat dalam, butuh waktu yang sangat lama juga untuk menyembuhkannya. Bahkan kufikir, berjalannya waktu pun tidak cukup untuk mengobatinya. It's hurt~ Kalau begini, rasanya aku lebih baik tidur. Tidur untuk selamanya. Selama lamanya~




-END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar